08 Agustus, 2008

Sejarah manis

Bagian 1

Arti karya Denys Lombard, Le sultanat d’ atjeh au temps d’ Iskandar muda (1607-1636), terutama tentu untuk meruntuhkah asumsi serampangan Snouck Hurgonje dalam De Atjehers yang menyebut kejayaan Aceh zaman iskandar Muda hanyalah dongeng. Ketika Lombard melakukan penelitian dan mempublikasikannya di tahun 1963, buku Snouck masih merupakan “kitab suci” tentang studi Aceh.Oh, tapi lebih penting lagi, dalam edisi terjemahan bahasa Indonesia, ilustratornya, atas ijin The Bodleian Library, University of Oxford, memilih surat Iskandar muda pada raja James I dari inggris yang bertanda tangan tahun 1615 sebagai latar sampul. Wah!!

Aceh sangat kuat dalam hal politik luar negeri. Memang wilayah daratnya “hanya” membentang dari Johor, Pahang, dan kedah di malaya, hingga Deli, Barus, Tiku, dan Pariaman di Sumatera Utara dan Barat. Tetapi seorang sejarawan sempat menyebut, Samudra Hindia seluruhnya, hingga pantai madagascar dan laut Arab, berada di bawah pengawasan angkatan laut Aceh. Tak heran, kita bisa menelisik sumber sejarah akurat tentang korespondensi intents Iskandar Muda dengan Inggris, Perancis dan terutama super-state Islam ketika itu, Kesultanan Turki 'Utsmani.

Jika Kesultanan Aceh Daarus Salaam memilih menjadi mitra bagi Kesultanan ‘Utsmani, maka tidak demikian dengan kesultanan-kesultanan di Jawa. Mulanya memang dakwah Jawa di desain oleh sultan Muhammad II dari Turki dengan mengirim beberapa ‘Ulama. Ulama ulama tersebut menjadi wali sana, penguasa wilayah-wilayah kecil; Ampel, Gresik, Kudus, Muria. Kata “wali”, kita sering mendengar dalam sejarah Khulafaurr Rasyidin berarti kepala wilayah. Kitapun masih punya istilah “walikota”. Mungkin terpeleset lidah sekaligus mistisasi angka sembilan sehingga ulama itu disebut Wali Sanga. Yang jelas sana – sana itu bergabung membentuk Kesultanan Demak.

Bersambung..

0 comments: