16 Februari, 2009

PLN (Pak Lani)

Bapak Zaelani, lebih terkenal dengan nama Pak Lani, manusia yang paling rajin ke masjib di dusun saya, bahkan sering dijadikan "jam berjalan" oleh tetangga-tetangga saya. Apabila Pak Lani sudah bersarung berbaju koko rapi dan berjalan keluar rumah, sudah bisa dipastikan bahwa 5 menit lagi waktu sholat akan datang.

Pak Lani merupakan cucu dari mbah Partosentono dan merupakan bapak saya. Saya pribadi sangat terkesan dengan cara mendidik beliau ketika saya masih kecil dulu.

Ketika saya berumur 3 tahun, saya menangis, merengek-rengek minta gendong Ibuk. Padahal Ibuk sedang sakit. Tapi saya mana mau peduli, dipikiran saya waktu itu POKOKE NJALUK GENDONG!!

Raut wajah ibuk terlihat jengkel dengan ulah saya, tetapi berbeda dengan Pak Lani bapak saya yang tetap tenang, dan tanpa diduga, beliau mengambil selendang, kemudian membawa saya keluar rumah. Kemudian saya di gendongkan ke sebuah pohon kelapa di depan rumah!! dan anehnya..saya saat itu juga berhenti menangis.

Sejak usia tiga tahun, Pak Lani selalu mengajak saya sholat jum'at, maka selama hidup dari usia 3 tahun sampai sekarang, belum pernah saya meningalkan sholat jum'at, kecuali ketika saya ditugaskan ke Musi banyuasin Sumsel, karena memang tidak ada masjid ditengah hutan.

Ketika saya klayu (tidak mau ditinggal pergi dan menangis sejadi jadinya, Pak Lani selalu memilih untuk membiarkan saya menangis sampai capek sendiri. Belum pernah sekalipun beliau pergi dengan sembunyi-sembunyi untuk menghindari menangisnya anak anak karena klayu,atau menjanjikan membelikan oleh oleh sekedar membuat saya berhenti menangis.... dari situ, saya belajar yang namanya kejujuran.

Pak Lani juga seorang yang sangat bijaksana, dan tidak terbantah seperti misalnya ketika menengahi konflik tetangga yang berebut tanah warisan dan sekali lagi, saya diajak ikut serta ketika rembugan, padahal saya waktu itu baru lima tahun.

Waktu kecil dulu, saya sering menganggap Pak Lani orang yang kejam dan tidak berperasaan karena tidak mengijinkan saya "mencari" tebu, atau bermain kelereng dengan taruhan, atau tidak mengijinkan saya main petak umpet sehabis maghrib dan memaksa saya menekuni lembar lembar juz 'amma (jaman dahulu belum ada iqra'), atau ketika memaksa saya berlatih qiraah, memaksa saya untuk meminum air putih yang sudah di embunkan semalam waktu bangung pagi.

Tetapi Pak Lani tidak pernah melarang saya untuk bermain hujan-hujanan, atau mandi di sungai, atau nyemplung ke saluran irigasi mencari ikan.

Tetapi dikemudian hari saya baru paham, bahwa "mencari tebu" adalah pencurian, bermain kelereng dengan bertaruh adalah judi.

Pak Lani..i love you...

4 comments:

Anonim mengatakan...

Bapak Zaelani, lebih terkenal dengan nama Pak Lani, manusia yang paling rajin ke masjib di dusun saya, bahkan sering dijadikan "jam berjalan" oleh tetangga-tetangga saya. Apabila Pak Lani sudah bersarung berbaju koko rapi dan berjalan keluar rumah, sudah bisa dipastikan bahwa 5 menit lagi waktu sholat akan datang.

Pak Lani merupakan cucu dari mbah Partosentono dan merupakan bapak saya. Saya pribadi sangat terkesan dengan cara mendidik beliau ketika saya masih kecil dulu.

Ketika saya berumur 3 tahun, saya menangis, merengek-rengek minta gendong Ibuk. Padahal Ibuk sedang sakit. Tapi saya mana mau peduli, dipikiran saya waktu itu POKOKE NJALUK GENDONG!!

Raut wajah ibuk terlihat jengkel dengan ulah saya, tetapi berbeda dengan Pak Lani bapak saya yang tetap tenang, dan tanpa diduga, beliau mengambil selendang, kemudian membawa saya keluar rumah. Kemudian saya di gendongkan ke sebuah pohon kelapa di depan rumah!! dan anehnya..saya saat itu juga berhenti menangis.

Sejak usia tiga tahun, Pak Lani selalu mengajak saya sholat jum'at, maka selama hidup dari usia 3 tahun sampai sekarang, belum pernah saya meningalkan sholat jum'at, kecuali ketika saya ditugaskan ke Musi banyuasin Sumsel, karena memang tidak ada masjid ditengah hutan.

Ketika saya klayu (tidak mau ditinggal pergi dan menangis sejadi jadinya, Pak Lani selalu memilih untuk membiarkan saya menangis sampai capek sendiri. Belum pernah sekalipun beliau pergi dengan sembunyi-sembunyi untuk menghindari menangisnya anak anak karena klayu,atau menjanjikan membelikan oleh oleh sekedar membuat saya berhenti menangis.... dari situ, saya belajar yang namanya kejujuran.

Pak Lani juga seorang yang sangat bijaksana, dan tidak terbantah seperti misalnya ketika menengahi konflik tetangga yang berebut tanah warisan dan sekali lagi, saya diajak ikut serta ketika rembugan, padahal saya waktu itu baru lima tahun.

Waktu kecil dulu, saya sering menganggap Pak Lani orang yang kejam dan tidak berperasaan karena tidak mengijinkan saya "mencari" tebu, atau bermain kelereng dengan taruhan, atau tidak mengijinkan saya main petak umpet sehabis maghrib dan memaksa saya menekuni lembar lembar juz 'amma (jaman dahulu belum ada iqra'), atau ketika memaksa saya berlatih qiraah, memaksa saya untuk meminum air putih yang sudah di embunkan semalam waktu bangung pagi.

Tetapi Pak Lani tidak pernah melarang saya untuk bermain hujan-hujanan, atau mandi di sungai, atau nyemplung ke saluran irigasi mencari ikan.

Tetapi dikemudian hari saya baru paham, bahwa "mencari tebu" adalah pencurian, bermain kelereng dengan bertaruh adalah judi.

Pak Lani..i love you...

Anonim mengatakan...

Bapak Zaelani, lebih terkenal dengan nama Pak Lani, manusia yang paling rajin ke masjib di dusun saya, bahkan sering dijadikan "jam berjalan" oleh tetangga-tetangga saya. Apabila Pak Lani sudah bersarung berbaju koko rapi dan berjalan keluar rumah, sudah bisa dipastikan bahwa 5 menit lagi waktu sholat akan datang.

Pak Lani merupakan cucu dari mbah Partosentono dan merupakan bapak saya. Saya pribadi sangat terkesan dengan cara mendidik beliau ketika saya masih kecil dulu.

Ketika saya berumur 3 tahun, saya menangis, merengek-rengek minta gendong Ibuk. Padahal Ibuk sedang sakit. Tapi saya mana mau peduli, dipikiran saya waktu itu POKOKE NJALUK GENDONG!!

Raut wajah ibuk terlihat jengkel dengan ulah saya, tetapi berbeda dengan Pak Lani bapak saya yang tetap tenang, dan tanpa diduga, beliau mengambil selendang, kemudian membawa saya keluar rumah. Kemudian saya di gendongkan ke sebuah pohon kelapa di depan rumah!! dan anehnya..saya saat itu juga berhenti menangis.

Sejak usia tiga tahun, Pak Lani selalu mengajak saya sholat jum'at, maka selama hidup dari usia 3 tahun sampai sekarang, belum pernah saya meningalkan sholat jum'at, kecuali ketika saya ditugaskan ke Musi banyuasin Sumsel, karena memang tidak ada masjid ditengah hutan.

Ketika saya klayu (tidak mau ditinggal pergi dan menangis sejadi jadinya, Pak Lani selalu memilih untuk membiarkan saya menangis sampai capek sendiri. Belum pernah sekalipun beliau pergi dengan sembunyi-sembunyi untuk menghindari menangisnya anak anak karena klayu,atau menjanjikan membelikan oleh oleh sekedar membuat saya berhenti menangis.... dari situ, saya belajar yang namanya kejujuran.

Pak Lani juga seorang yang sangat bijaksana, dan tidak terbantah seperti misalnya ketika menengahi konflik tetangga yang berebut tanah warisan dan sekali lagi, saya diajak ikut serta ketika rembugan, padahal saya waktu itu baru lima tahun.

Waktu kecil dulu, saya sering menganggap Pak Lani orang yang kejam dan tidak berperasaan karena tidak mengijinkan saya "mencari" tebu, atau bermain kelereng dengan taruhan, atau tidak mengijinkan saya main petak umpet sehabis maghrib dan memaksa saya menekuni lembar lembar juz 'amma (jaman dahulu belum ada iqra'), atau ketika memaksa saya berlatih qiraah, memaksa saya untuk meminum air putih yang sudah di embunkan semalam waktu bangung pagi.

Tetapi Pak Lani tidak pernah melarang saya untuk bermain hujan-hujanan, atau mandi di sungai, atau nyemplung ke saluran irigasi mencari ikan.

Tetapi dikemudian hari saya baru paham, bahwa "mencari tebu" adalah pencurian, bermain kelereng dengan bertaruh adalah judi.

Pak Lani..i love you...

brin mengatakan...

Bapak Zaelani, lebih terkenal dengan nama Pak Lani, manusia yang paling rajin ke masjib di dusun saya, bahkan sering dijadikan "jam berjalan" oleh tetangga-tetangga saya. Apabila Pak Lani sudah bersarung berbaju koko rapi dan berjalan keluar rumah, sudah bisa dipastikan bahwa 5 menit lagi waktu sholat akan datang.

Pak Lani merupakan cucu dari mbah Partosentono dan merupakan bapak saya. Saya pribadi sangat terkesan dengan cara mendidik beliau ketika saya masih kecil dulu.

Ketika saya berumur 3 tahun, saya menangis, merengek-rengek minta gendong Ibuk. Padahal Ibuk sedang sakit. Tapi saya mana mau peduli, dipikiran saya waktu itu POKOKE NJALUK GENDONG!!

Raut wajah ibuk terlihat jengkel dengan ulah saya, tetapi berbeda dengan Pak Lani bapak saya yang tetap tenang, dan tanpa diduga, beliau mengambil selendang, kemudian membawa saya keluar rumah. Kemudian saya di gendongkan ke sebuah pohon kelapa di depan rumah!! dan anehnya..saya saat itu juga berhenti menangis.

Sejak usia tiga tahun, Pak Lani selalu mengajak saya sholat jum'at, maka selama hidup dari usia 3 tahun sampai sekarang, belum pernah saya meningalkan sholat jum'at, kecuali ketika saya ditugaskan ke Musi banyuasin Sumsel, karena memang tidak ada masjid ditengah hutan.

Ketika saya klayu (tidak mau ditinggal pergi dan menangis sejadi jadinya, Pak Lani selalu memilih untuk membiarkan saya menangis sampai capek sendiri. Belum pernah sekalipun beliau pergi dengan sembunyi-sembunyi untuk menghindari menangisnya anak anak karena klayu,atau menjanjikan membelikan oleh oleh sekedar membuat saya berhenti menangis.... dari situ, saya belajar yang namanya kejujuran.

Pak Lani juga seorang yang sangat bijaksana, dan tidak terbantah seperti misalnya ketika menengahi konflik tetangga yang berebut tanah warisan dan sekali lagi, saya diajak ikut serta ketika rembugan, padahal saya waktu itu baru lima tahun.

Waktu kecil dulu, saya sering menganggap Pak Lani orang yang kejam dan tidak berperasaan karena tidak mengijinkan saya "mencari" tebu, atau bermain kelereng dengan taruhan, atau tidak mengijinkan saya main petak umpet sehabis maghrib dan memaksa saya menekuni lembar lembar juz 'amma (jaman dahulu belum ada iqra'), atau ketika memaksa saya berlatih qiraah, memaksa saya untuk meminum air putih yang sudah di embunkan semalam waktu bangung pagi.

Tetapi Pak Lani tidak pernah melarang saya untuk bermain hujan-hujanan, atau mandi di sungai, atau nyemplung ke saluran irigasi mencari ikan.

Tetapi dikemudian hari saya baru paham, bahwa "mencari tebu" adalah pencurian, bermain kelereng dengan bertaruh adalah judi.

Pak Lani..i love you...

parto_sentono mengatakan...

Bapak Zaelani, lebih terkenal dengan nama Pak Lani, manusia yang paling rajin ke masjib di dusun saya, bahkan sering dijadikan "jam berjalan" oleh tetangga-tetangga saya. Apabila Pak Lani sudah bersarung berbaju koko rapi dan berjalan keluar rumah, sudah bisa dipastikan bahwa 5 menit lagi waktu sholat akan datang.

Pak Lani merupakan cucu dari mbah Partosentono dan merupakan bapak saya. Saya pribadi sangat terkesan dengan cara mendidik beliau ketika saya masih kecil dulu.

Ketika saya berumur 3 tahun, saya menangis, merengek-rengek minta gendong Ibuk. Padahal Ibuk sedang sakit. Tapi saya mana mau peduli, dipikiran saya waktu itu POKOKE NJALUK GENDONG!!

Raut wajah ibuk terlihat jengkel dengan ulah saya, tetapi berbeda dengan Pak Lani bapak saya yang tetap tenang, dan tanpa diduga, beliau mengambil selendang, kemudian membawa saya keluar rumah. Kemudian saya di gendongkan ke sebuah pohon kelapa di depan rumah!! dan anehnya..saya saat itu juga berhenti menangis.

Sejak usia tiga tahun, Pak Lani selalu mengajak saya sholat jum'at, maka selama hidup dari usia 3 tahun sampai sekarang, belum pernah saya meningalkan sholat jum'at, kecuali ketika saya ditugaskan ke Musi banyuasin Sumsel, karena memang tidak ada masjid ditengah hutan.

Ketika saya klayu (tidak mau ditinggal pergi dan menangis sejadi jadinya, Pak Lani selalu memilih untuk membiarkan saya menangis sampai capek sendiri. Belum pernah sekalipun beliau pergi dengan sembunyi-sembunyi untuk menghindari menangisnya anak anak karena klayu,atau menjanjikan membelikan oleh oleh sekedar membuat saya berhenti menangis.... dari situ, saya belajar yang namanya kejujuran.

Pak Lani juga seorang yang sangat bijaksana, dan tidak terbantah seperti misalnya ketika menengahi konflik tetangga yang berebut tanah warisan dan sekali lagi, saya diajak ikut serta ketika rembugan, padahal saya waktu itu baru lima tahun.

Waktu kecil dulu, saya sering menganggap Pak Lani orang yang kejam dan tidak berperasaan karena tidak mengijinkan saya "mencari" tebu, atau bermain kelereng dengan taruhan, atau tidak mengijinkan saya main petak umpet sehabis maghrib dan memaksa saya menekuni lembar lembar juz 'amma (jaman dahulu belum ada iqra'), atau ketika memaksa saya berlatih qiraah, memaksa saya untuk meminum air putih yang sudah di embunkan semalam waktu bangung pagi.

Tetapi Pak Lani tidak pernah melarang saya untuk bermain hujan-hujanan, atau mandi di sungai, atau nyemplung ke saluran irigasi mencari ikan.

Tetapi dikemudian hari saya baru paham, bahwa "mencari tebu" adalah pencurian, bermain kelereng dengan bertaruh adalah judi.

Pak Lani..i love you...