08 November, 2019

Modus Operandi Tikus

Dalam suatu pekerjaan fisik infrastruktur, entah itu jalan, jembatan, gedung-gedung pemerintah (sekolah, rumahsakit, dll), aroma penggarongan uang negara santer tercium, mulai dari proses pengadaan, pengurangan kualitas dan kuantitas, mark up harga atau manipulasi durasi pekerjaan, acap kali atau bahkan sering dilakukan baik oleh penyedia jasa maupun oleh pemilik proyek (pemerintah cq pengguna anggaran dan semua struktur dibawahnya sampai dengan pengawas lapangan).

Dalam tulisan ini, saya akan memaparkan sesuatu yang sebenarnya off the record hasil pengamatan saya selama ini.

1.Proyek jalan
Pelapisan ulang jalan beraspal, harus dilakukan rutin setiap interval waktu tertentu untuk menjaga kinerja perkerasan. Untuk jalan propinsi dan jalan nasional, lapis ulang (overlay) perkerasan lentur bisanya menggunakan aspal campuran panas jenis ac-wc (asphalt concrete wearing course-beton aspal penutup kedap air ). Untuk kelas jalan kabupaten biasanya menggunakan Aspal HRS (hot rolled sheet) dengan ciri khusus lapisan aspal tersebut mempunyai daya dukung yang rendah tetapi mempunyai fleksibilitas yang tinggi.

Perhitungan volume pembayaran bisa menggunakan volume berat (tonase aspal campuran) atau dengan sistem kubikasi (tebal x luas penghamparan).

Untuk melakukan penggarongan uang negara, kontraktor biasanya melakukan
a. Penurunan kualitas bahan, yang paling sering dilakukan adalah menurunkan kadar aspal dalam campuran, atau yang lebih vulgar lagi dengan menambahkan bahan yang sebenarnya terlarang untuk ditambahkan dalam campuran (oli bekas untuk menambahkan kesan “meling-meling” agar berkesan “aspalnya banyak, dan atau menambahkan solar untuk menambah kemudahan pengerjaan). Sayangnya, untuk mengetahui kecurangan ini, satu satunya jalan adalah dengan ekstraksi benda uji dari core drill dan butuh biaya mahal. Dan entah karena alasan apa, persyaratan uji ekstraksi ini tidak pernah masuk dalam rencana kerja dan syarat (rks)
b. Mengurangi tebal perkerasan. Hal ini paling umum dilakukan, dan memberikan keuntungan paling banyak. Sebagai ilustrasi sederhana, pengurangan tebal sebanyak 1mm dengan harga satuan hrs saya anggap sebesar 500 rb per ton, untuk jalan satu kilometer lebar 4 meter, sudah bisa mendapatkan keuntungan hampir 40 juta. Bisa kita bayangkan untuk jalan misalnya jalur pantura yang lebarnya lebih dari 12 meter, sepanjang puluhan kilometer dan pengurangan tebal lebih dari 0.45 cm? berapa ratus juta uang negara yang masuk ke kantong para penjahat itu?? Memang ada core drill (pengambilan benda uji lapis aspal dengan cara di bor untuk mengetahui ketebalan sebenarnya), tetapi biasaya kontraktor (dan kadang –kadang bekerjasama dengan pengwas) menempatkan titik titik tertentu yang memang sengaja di buat tebal. Penandaan bisa dengan keramik putih kecil, patok yang tersembunyi, dengan 3 batu kerikil yang disusun, paku atau apapun juga yang intinya menandai bahwa daerah tersebut mempunya ketebalan sempurna apabila di lakukan core dril. Sehingga kalaupun dilakukan coredrill, tidak pernah ketahuan, karena diarahkan ke tempat-tempat yang tebalnya memenuhi syarat.
c. Manipulasi tonase aspal. Hal ini sering dilakukan oleh pemilik asphalt mixing plan (AMP). Memalsukan tiket/delivery order agar tonase tiap dumptruck meningkat. Hal ini paling sulit pengawasannya. Cara paling mudah mengetahui hal ini adalah dengan melewatkan dumptruck ke jembatan timbang. Memang mudah, tapi butuh energi ekstra dan keberanian ekstra untuk melakukannya.
d. Mengurangi berat jenis campuran aspal. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan ketebalan aspal yang sesuai persyaratan, tetapi aspal hamparan menjadi “rapuh” dan kurang padat. Hal ini dilakukan dengan cara menghampar campuran beton aspal pada suhu yang rendah, sehingga pemadatan menjadi sulit. Walaupun sudah dipadatkan sedemikian rupa, tetap tidak bisa, karena suhu beton aspal yang rendah mengakibatkan aspal menjadi “nggedibel”. Ciri khas jalan yang berat jenis campuran aspalnya rendah adalah adanya alur bekas roda kendaraan (anda pernah menemui?). Pengawas yang paham, biasanya melengkapi dirinya dengan termometer pengukur suhu campuran. Sebenarnya, apabila suhu penghamparan kurang dari persyaratan (minimal 80 derajat kalo tidak salah), seorang pengawas lapangan bisa me-reject dan meminta diganti dengan yang baru.

Bersambung..

0 comments: